A. Pengertian dan Konsep Dasar Konstitusi
Istilah dalam bahasa Inggris constitution atau dalam bahasa Belanda constitute secara harafiah sering diterjemahkan dalam bahasa Indonesia Undang – Undang Dasar. Permasalahannya penggunaaan undang-undang dasar adalah bahwa kita langsung membayangkan suatu naskah tertulis. Padahal istilah constitution bagi banyak sarjana ilmu politik merupakan sesuatu yang lebih luas, yaitu keseluruhan peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
Kata konstitusi dapat mempunyai arti yang lebih luas daripada pengertian undang-undang dasar karena pengertian undang-undang dasar hanya meliputi naskah tertulis saja dan di samping itu masih terdapat konstitusi yang tidak tertulis, yang tidak tercakup dalam undang-undang dasar. Para penyusun Undang-Undang Dasar 1945 menganut arti konstitusi lebih luas daripada undang-undang dasar karena dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dikatakan bahwa :
Undang-undang dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu. Undang-undang dasar adalah hokum yang tertulis, sedang di sampingnya undang-undang dasar berlaku juga hokum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.
Ditinjau dari segi kekuasaan undang-undang dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas-asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan itu dibagi antara beberapa lembaga kenegaraan. Mengacu konsep trias politika, kekuasaan dibagi antara badan eksekutif, legislative, dan yudikatif. Undang-undang dasar menentukan bagaimana pusat-pusat kekuasaan itu bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain.
Dalam negara yang menganut asas demokrasi konstitusional, undang-undang dasar mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Sehingga hak-hak warga negaranya dapat terlindungi.
B. Isi, Tujuan, Fungsi dan Kedudukan Konstitusi Negara
Hal-hal yang diatur dalam konstitusi negara umumnya berisi tentang pembagian kekuasaan negara, hubungan antarlembaga negara, dan hubungan negara dengan warga negara. Aturan-aturan itu masih bersifat umum dan secara garis besar. Aturan-aturan itu selanjutnya dijabarkan lebih lanjut pada aturan perundangan di bawahnya.
Menurut Mirriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik, konstitusi atau undang-undang dasar memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Organisasi negara, misalnya pembagian antara badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
2. Hak-Hak asasi manusia.
3. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari undang-undang dasar. Misalnya, Undang-Undang Dasar Jerman melarang untuk mengubah sifat federalisme sebab bila menjadi unitarisme dikhawatirkan akan mengembalikan munculnya seorang Hitler.
Gagasan konstitusionalisme menyatakan bahwa konstitusi di suatu negara memiliki sifat membatasi kekuasaan pemerintah dan menjamin hak-hak dasar warga negara. Sejalan dengan sifat membatasi kekuasaan pemerintahan maka konstitusi secara ringkas memiliki 3 (tiga) tujuan, yaitu:
a. Memberi pembatasan sekaligus penghawasan terhadap kekuasaan politik;
b. Melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasa itu sendiri; dan
c. Memberi batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya. (ICCE UIN, 2000)
Selain itu, konstitusi negara bertujuan menjamin pemenuhan hak-hak dasar warga negara. Konstitusi negara memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut (Jimly Asshiddiqie, 2002 dalam buku Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi):
1. Fungsi penentu atau pembatas kekuasaan negara.
2. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antarorgan negara.
3. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antara organ negara dengan warga negara.
4. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara.
5. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli (dalam demokrasi adalah rakyat) kepada organ negara.
6. Fungsi simbolik yaitu sebagai sarana pemersatu, sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan.
7. Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat, baik dalam arti sempit yaitu bidang politik dan dalam arti luas mencakup bidang sosial ekonomi.
8. Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaruan masyarakat.
Konstitusi menempati kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara karena konstitusi menjadi barometer kehidupan bernegara dan berbangsa yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu. Selain itu, kontitusi juga merupakan ide-ide dasar yang digariskan oleh he founding fathers serta memberikan arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan suatu negara yang mereka pimpin.
a. Konstitusi sebagai Hukum Dasar
Konstitusi berkedudukan sebagai hukum dasar karena is berisi aturan dan ketentuan tentang hal-hal yang mendasar dalam kehidupan suatu negara. Secara khusus konstitusi memuat aturan tentang badan-badan pemerintahan dan sekaligus memberikan kewenangan kepadanya. Jadi, konstitusi menjadi (a) dasar adanya dan (b) sumber kekuasaan bagi setiap lembaga negara. Oleh karena itu konstitusi juga mengatur kekuasaan badan legislatif (pembuat undang-undang), maka UUD juga merupakan (c) dasar adanya sumber bagi isi aturan hukum yang ada di bawahnya.
b. Konstitusi sebagai Hukum Tertinggi
Konstitusi lazimnya juga diberi kedudukan sebagai hukum tertinggi dalam tata hukum negara yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa aturan-aturan yang terdapat dalam konstitusi, secara hierarkis mempunyai kedudukan lebih tinggi (superior) terhadap aturan-aturan lainnya. Oleh karena itulah aturan-aturan lain yang dibuat oleh pembentuk undang-undang harus sesuai atau tidak bertentangan dengan undang-undang dasar.
C. Isi Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945
UUD 1945 sekarang ini hanya terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pembukaan dan bagian pasal-pasal. Hal ini didasarkan atas Pasal II Aturan Tambahan Naskah UUD 1945 Perubahan Keempat yang menyatakan “Dengan ditetapkannya perubahanUndang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal”.
Bagian pembukaan pada umumnya berisi pernyataan luhur dan cita-cita dari bangsa yang bersangkutan. Namun tidak semua konstitusi negara memiliki bagian pembukaan ini. Konstitusi Malaysia, Singapura dan Australia tidak memiliki bagian pembukaan. Contoh konstitusi negara yang memiliki bagian pembukaan adalah konstitusi Jepang, India dan Amerika Serikat.
Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian yang penting dalam konstitusi negara Indonesia. Pembukaan UUD 1945 berisi 4 alinea sebagai pernyataan luhur bangsa Indonesia. Selain berisi pernyataan kemerdekaan, ia juga berisi cita-cita dan keinginan bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu mencapai masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Tiap-tiap alinea pembukaan UUD 1945 memiliki makna dan cita-cita tersendiri sebagai satu kesatuan.
Alinea pertama berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Alinea pertama berisi pernyataan obyektif adanya penjajahan terhadap Indonesia. Selanjutnya mengandung pernyataan subyektif bangsa Indonesia bahwa penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Alinea kedua berbunyi “Dan perjuangan pergerakan kemerdakaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat setausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”. Alinea ini berisi pernyataan bahwa perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia selama ini telah mampu menghasilkan kemerdekaan. Akan tetapi, kemerdekaan bukanlah tujuan akhir perjuangan. Kemerdekaan adalah jembatan menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur.
Alinea ketiga berbunyi “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Alinea ini mengandung makna adanya motivasi spiritual bangsa Indonesia. Kemerdekaan Indonesia diyakini bukan hanya hasil perjuangan dan keinginan luhur bangsa tetapi juga atas berkat rahmat Allah Yang Maha Esa.
Alinea keempat sebagai berikut; kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Alinea keempat berisi langkah-langkah sebagai kelanjutan dalam bernegara, sistem pemerintahan negara, konstitusi negara, dan dasar negara.
Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran. Pokok-pokok pikiran ini merupakan pancaran dari Pancasila. Pokok-pokok pikiran itu ialah
a) Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan. Dalam pokok pikiran ini diterima paham negara persatuan.
b) Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
c) Negara berkedaulat rakyat, berdasar asas kerakyatan dan permusyaratan perwakilan.
d) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Adapun bagian pasal-pasal dari UUD 1945 berisi pokok-pokok dari isi konstitusi. Setelah dilakukan amandemen sebanyak 4 kali maka jumlah pasal menjadi 73 pasal ditambah 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan. Secara garis besar isi dari bagian pasal-pasal UUD 1945 adalah sebagai berikut.
1) Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan (Pasal 1).
2) Bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (Pasal 2 sampai Pasal 4).
3) Bab III tentang Kekuasaan Pemerintah Negara (Pasal 4 sampai pasal 16 (Bab IV tentang DPA dihapus)).
4) Bab V tentang Kementerian Negara (Pasal 17).
5) Bab VI tentang Pemerintah Daerah (Pasal 18 sampai 18B).
6) Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 sampai Pasal 22B).
7) Bab VIIA tentang Dewan Perwakilan Daerah (Pasal 22C sampai 22D).
8) Bab VIIB tentang Pemilihan Umum (Pasal 22E).
9) Bab VIII tentang Hal Keuangan (Pasal 23 sampai 23D).
10) Bab VIIIA tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Pasal 23E sampai 23G).
11) Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman (Pasal 24 sampai Pasal 25).
12) Bab IX tentang Wilayah Negara (Pasal 25A).
13) Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk (Pasal 26 sampai Pasal 28).
14) Bab XA tentang Hak Asasi Manusia dan Kewajiban Dasar Manusia (Pasal 28A sampai 28J).
15) Bab XI tentang Agama (Pasal 29).
16) Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara (Pasal 30).
17) Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan (Pasal 31 sampai 32).
18) Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial (Pasal 33 sampai 34).
19) Bab XV tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (Pasal 35 sampai 36C).
20) Bab XVI tentang Perubahan Undang-Undang Dasar (Pasal 37).
D. Konstitusi-Konstitusi yang Pernah Digunakan di Indonesia
Suatu undang-undang dasar jika tidak mencerminkan konstelasi politik atau tidak memenuhi harapan aspirasi rakyat dapat dibatalkan dan diganti dengan undang-undang dasar baru. Mmisalnya saja di Indonesia sehubungan dengan undang-undang dasar yang digunakan terdapat tahap-tahap sebagai berikut : (i) tahun 1945, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia secara defacto hanya berlaku di Jawa, Madura, dan Sumatra, (ii) tahun 1949, Undang-undang dasar Republik Indonesia secara defacto berlaku di seluruh Indonesia, kecuali Irian barat, dan (iii) tahun 1959, Undang-undang dasar Republik Indonesia 1945 dengan demokrasi terpimpin, disusul Demokrasi Pancasila, mulai 1963 berlaku di seluruh Indonesia termasuk Irian Barat. Apabila ditinjau dari sudut perkembangan sejarah demokrasi republik Indonesia, Miriam Budiardjo membagi dalam tiga tahapan, yaitu (i) masa 1945-1959 sebagai Republik Indonesia ke-I (Demokrasi Parlementer) yang didasari tiga undang-undang dasar, yaitu UUD 1945, 1949, dan 1950, (ii) masa 1959-1965 sebagai Republik ke-II (Demokrasi Terpimpin) yang didasari Undang-Undang Dasar 1945, dan (iii) masa 1965 sampai sekarang sebagai republic Indonesia ke-III (Demokrasi Pancasila yang didasari oleh Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian tahun 1998 smpai saat ini dapat ditambahkan masa Republik ke-IV dengan menggunakan Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen (Demokrasi masa transisi).
Menurut Jimly Assidiqe, jika ditinjau dari sudut perkembangan naskah undang-undang dasar, sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sampai sekarang tahap-tahap sejarah konstitusi Indonesia dapat dikatakan telah melewati enam tahap perkembangan, yaitu (i) periode tanggal 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949, (ii) periode tanggal 27 desember 1949 – 17 Agustus 1950, (iii) periode tanggal 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959, (iv) periode tanggal 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999, (v) periode tanggal 19 Oktober 1999 – 10 Agustus 2002, dan (vi) periode tanggal 10 Agustus 2002 sampai dengan sekarang. Pada periode pertama berlaku UUD 1945, pada periode kedua berlaku konstitusi RIS 1949, dan pada periode ketiga berlaku UUDS 1950, pada periode keempat berlaku kembali UUD 1945 berserta penjelasannya. Setelah itu UUD 1945 diubah berturut-turut pada tahun 1999, 2000, 2001, 2002 dengan menggunakan naskah yang berlaku mulai 5 juli 1959 sebagai standar dalam melakukan perubahan di luar teks yang kemudian dijadikan lampiran yang tak terpisahkan dari naskah UUD 1945. Dengan demikian, menurut Jimly Assidiqie, kurun waktu selama terjadi perubahan UUD 1945 dalam satu rangkaian kegiatan itu, dapat disebut sebagai satu kesatuan periode tersendiri, yaitu periode konstitusi transisional.
1. Republik Pertama : UUD 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
UUD 1945 terdiri dari bagian pembukaan, batang tubuh (16 bab), 37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan, 2 Ayat Aturan Tambahan, dan bagian penjelasan. Undang-Undang dasar Republik Indonesia yang pertama adalah UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, berlaku secara nasional sampai tanggal 27 Desember 1949. Naskah tersebut disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Rancangan Undang-Undang Dasar 1945 dimulai dari pembentukan BPUPKI yang dilantik tanggal 28 Mei 1945. Pembentukan BPUPKI ini merupakan realisasi janji pemerintah jepang yang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. BPUPKI mengadakan persidangan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu sidang pertama mulai dari tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945 dan masa persidangan kedua mulai tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945. Dari persidangan-persidangan tersebut berhasil menyusun naskah komplit Rancangan Undang-Undang Dasar yang meliputi:
a. Pernyataan Indonesia merdeka,
b. Pembukaan Undang-Undang Dasar, dan
c. Undang-Undang Dasar yang terdiri atas pasal-pasal. (Sunarso, dkk., 2008: 132)
Setelah selesainya tugas BPUPKI, Pemerintah Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang bertugas untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI telah berhasil mengesahkan naskah Rancangan Undang-Undang Dasar 1945 dengan beberapa perubahan. Perubahan itu terutama tentang dasar negara yang semula berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya sebagai mana termuat dalam Piagam Jakarta diubah menjadi Ketuhanan yang Maha Esa.
Dari tanggal 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 berlaku Undang-Undang Dasar 1945. Menurut ketentuan dalam undang-undang ini, dasar sistem pemerintahan Indonesia bersifat presidensiil. Artinya, para menteri tidak bertanggungjawab kepada badan legislatif, tetapi hanya bertindak sebagai pembantu Presiden. Mulai tanggal 14 November 1945 samapi 27 Desember 1949 sistem pemerintahan yang diselenggarakan berlainan dengan sistem pemerintahan yang diatur dalam naskah Undang-Undang Dasar 1945, yaitu pemerintahan parlementer yang praktis.
2. Republik Kedua : Konstitusi RIS (27 Desember 1945-17 Agustus 1950)
UUD RIS terdiri dari 6 bab, 197 Pasal, dan beberapa bagian. Dalam kondisi Indonesia baru saja menyatakan kemerdekaan, Belanda berkeinginan untuk berkuasa lagi di Indonesia melalui Agresi I pada tahun 1947 dan Agresi II pada tahun 1948. Karena mendapat perlawanan sengit bangsa Indonesia, Belanda gagal menguasai Indonesia. Pada tahun 1949 diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. Konferensi Meja Bundar diselenggrakan di Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2 November 1949. Delegasi Indonesia dipimpin Drs. Moh Hatta, BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak KMB dan delegasi dari Belanda dipimpin oleh Mr. Van Marseveen. Dari PBB dipimpin oleh Crittchlay.
Pada tanggal 2 November 1949 perundingan diakhiri dengan keputusan sebagai berikut (http://www.sejarahkita.comoj.com/jenny112.html diakses pada 17 Februari 2012 pukul 20:53) :
a) Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara merdeka dan berdaulat
b) Penyelesaian soal Irian Bart ditangguhkan samapi tahun berikutnya
c) RIS sebagai negara erdaulat penuh kerjasama dengan Belanda dalam suatu perserikatan yang kepalai oleh Ratu Belanda atas dasar sukarela dengan kedudukan dan hak yang sama.
d) RIS mengembalikan hak milik Belanda, memberikan hak konsensi, dan izin baru bagi perusahaan-perusahaan.
e) Semua utang bekas Hindia Belanda harus di bayar oleh RIS.
Salah satu hasil KMB itu adalah pendirian negara Republik Indonesia Serikat. Rancangan naskah konstitusi Republik Indonesia Serikat juga diputuskan dalam KMB dan disepakati mulai berlaku tanggal 27 Desember 1949.
Dengan berdirinya negara Republik Indonesia Serikat (RIS), negara Republik Indonesia (RI) secara hukum masih tetap ada. Negara RI berubah status menjadi salah satu negara bagian dari negara RIS. Undang-Undang Dasar 1945 yang semula berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia mulai tanggal 27 Desember 1949 hanya berlaku dalam wilayah Negara bagian Republik Indonedia saja.
Negara RIS dengan konstitusi RIS-nya berlangsung sangat pendek karena memang tidak sesuai dengan jiwa proklemasi kemerdekaan yang menghendaki negara kesatuan, tiddak menginginkan negara dalam negara, sehingga beberapa negara bagian meleburkan diri lagi dengan Republik Indonesia. Semangat kebersamaan ini nampak dengan adanya ketetapan Presiden RIS tentang penggabungan negara-negara bagian ke dalam Republik Indonesia sebagai berikut:
1. Tanggal 9 Maret negara bagian dan daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Madura, Subang, dan Padang masuk ke dalam Republik Indonesia.
2. Tanggal 11 Maret 1950, memasukkan negara Pasundan menjadi daerah Republik Indonesia.
3. Tanggal 24 Maret 1950, memasukkan Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan menjadi daerah Republik Indonesia.
4. Tanggal 4 April 1950, Bangka, Belitung, Riau, Banjar, Dayak Besar, Kota Waringin, Kalimantan Tenggara masuk dalam daerah Republik Indonesia.
Dengan demikian, hanya negara bagian Indonesia Timur dan negara bagian Sumatera Timur saja yang belum masuk ke dalam republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta.
Konferensi Meja Bundar memberikan dampak yang cukup menggembirakan bagibangsa Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari KMB berpihak pada bangsa Indonesia,sehingga dampak positif pun diperoleh Indonesia. Berikut merupakan dampak dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia (http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_3._USAHA_PERJUANGAN_MEMPERJUANGKAN_KEMERDEKAAN_INDONESIA,http://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Meja_Bundar diakses pada 17 Februari 2012 pukul 21:08):
1) Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia
2) Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
3) Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
4) Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Selain dampak positif, Indonesia juga memperoleh dampak negatif, yaitu belum diakuinya Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Sehingga Indonesia masih berusaha untuk memperoleh pengakuan bahwa Irian Barat merupakan bagian dari NKRI. Pada tanggal 19 Mei 1950 disusunlah Piagam Persetujuan antara Pemerintah RIS yang sekaligus mewakili negara bagian Indonesia Timur menyatakan menyetujui membentuk negara kesatuan. Tindak lanjut dari Piagam Persetujuan tersebut terbentuklah negara Kesatuan dengan berdasar Undang-Undang Dasar Sementara 1950 tanggal 17 Agustus 1950.
3. Republik Indonesia Ketiga: UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)
UUDS 1950 terdiri atas 6 bab, 146 Pasal, dan beberapa bagian. Negara kesatuan yang merupakan perubahan ketatanegaraan dari negara serikat itu menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang di dalam pembukaannya memuat dasar negara Pancasila, tetapi pelaksanaan sistem pemerintahannya menggunakan sistem kabinet parlementer. Dengan demikian, sistem kabinet parlementer itu tidak cocok dengan jiwa Pancasila. Akibatnya, kabinet jatuh bangun dan hanya bertahan rata-rata selama kurang dari satu tahun. Noor Ms Bakry dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi, memaparkan pergantian kabinet sebagai berikut:
a. Kabinet Natsir (6 September 1950-27 April 1951)
b. Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)
c. Kabinet Wilopo (3 April 1952-1 Agustus 1953)
d. Kabinet Alisastroamidjojo I (1 Agustus 1953-12 Agustus 1955)
e. Kabinet Burhannudin Harahap (12 Agustus 1955-24 Maret 1956)
f. Kabinet Alisastroamidjojo II (24 Maret 1956-9 April 1957)
g. Kabinet Djuanda (9 April 1957-10 Juli 1959)
Seperti halnya dengan konstitusi RIS tahun 1949, Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950 juga bersifat sementara. Sifat kesementaraan ini disebutkan dalam Pasal 134, di mana diharuskan Konstituante bersama-sama dengan Pemerintah menyusun Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang menggantikan Undang-Undang Dasar yang berlaku saat itu, yaitu UUDS 1950. Berbeda dengan masa berlakunya Konstitusi RIS tahun 1949 yang tidak sempat merealisasikan pembentukan undang-undang dasar, di bawah UUDS 1950 sebagai realisasi dari Pasal 134, pemilihan umum berhasil dilaksanakan.
Pemilihan umum pertama di Indonesia diadakan pada 29 September 1955 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di dalam Dewan Konstituante yang akan membentuk Undang-Undang Dasar baru sebagai pengganti UUDS 1950. Konstituante sebagai Dewan Penyusun Undang-Undang dasar dalam sidangnya sejak tahun 1956 sampai tahun 1959 belum berhasil membuat undang-undang dasar baru karena selalu mengalami kesulitan, yaitu tidak pernah tercapai kesepakatan. Keadaan ini jika diteruskan akan menemui jalam buntu dan membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Oleh karena itu, Presiden Soekarno mencari jalan keluarnya dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang berisikan pernyataan sebagai berikut:
a) Menetapkan pembubaran Konstituante,
b) Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi terhitung mulai tanggal penetapan Dekrit, dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950, serta
c) Menetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya pembentukan MPRS dan DPAS.
Dekrit ini mendapat dukungan sebagian besar rakyat Indonesia. Yang lebih penting lagi, melalui Dekrit ini terjadi perubahan ketatanegaraan Indonesia, yaitu naskah UUD 1945 menjadi berlaku kembali sebagai hukum tertinggi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Republik Indonesia Keempat: UUD 1945 Orde Lama (1959-1965)
Ciri-ciri periode ini ialah adanya dominasi yang sangat kuat dari presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Undang-Undang Dasar 1945 memberi kesempatan bagi seorang presiden untuk bertahan selama sekurang-kurangnya lima tahun. Akan tetapi ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 yang mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun ini. Tahun 1960 Presiden Soekarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum, padahal dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat demikian. Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang menggantikan Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum ditonjolkan peranannya sebagai pembantu presiden, sedangkan fungsi kontrolnya ditiadakan. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dijadikan menteri sehingga fungsi mereka lebih sebagai pembantu presiden daripada wakil rakyat. Kuatnya posisi presiden juga merambah dalam bidang-bidang lain di luar bidang eksekutif. Berdasarkan Undang-Undang No. 19 tahun 1964 presiden diberi wewenang untuk campur tangan dibidang yudikatif. Di samping itu, masih banyak lagi penyimpangan-penyimpangan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana dibeberkan oleh Miriam Budiardjo (2007: 71). Puncaknnya pecahnya peristiwa G 30 S/PKI telah mengakhiri periode demokrasi terpimpin dan membuka jalan untuk di mulainya masa demokrasi Pancasila.
5. Republik Kelima : UUD 1945 Orde Baru (1966-1998)
Pergeseran kekuasaan dari Soekarno ke Suharto menimbulkan perubahan orde dari orde lama ke orde baru. Implementasi Undang-Undang Dasar 1945 mengalami beberapa koreksi. Orde baru mempunyai tekad untuk melakukan koreksi atas berbagai penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa orde lama. Pada mulanya orde baru berupaya untuk memperbaiki nasib bangsa dalam berbagai bidang kehidupan. Rakyat pun dapat merasakan adanya peningkatan kondisi di berbagai bidang kehidupan melalui serangkaian program yang dituangkan dalam GBHN dan Repelita. Namun dalam perjalanannya, orde baru berubah wajah menjadi kekuasaan yang otoriter. Penafsiran pasal-pasal UUD 1945 dimanipulasi untuk kepentingan mempertahankan kekuasaan. Undnag-Undang Dasar 1945 yang singkat dan fleksibel mudah disalahtafsirkan dan menguntungkan penguasa, disakralkan untuk tidak diamandemen bukan demi kebaikan rakyat, tetapi demi kekuasaan itu sendiri. Pengalaman pada masa orde lama, dengan UUD 1945 posisi presiden yang sangat kuat, terulang lagi pada masa orde baru. Posisi legislatif berada di bawah presiden hak asasi rakyat juga dibatasi. Kekuasaan tanpa kontrol akibatnya pemerintahan orde baru cenderung melakukan penyimpangan di berbagai aspek kehidupan. Korupsi, kolusi, dan nepotisme merajalela. Akibatnya terjadi ketidakmerataan pembangunan, melebarnya kesenjangan antara si kaya dan si miskin, utang semakin membengkak, dan akhirnya menumpuk menjadi krisis multidimensi. Dipelopori oleh mahasiswa, rakyat menuntut reformasi di segala bidang. Akhirnya rezim orde baru tumbang dengan mundurnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998.
6. Republik Keenam : UUD 1945 Diamandemen (1998-sekarang)
Pengalaman sejarah pada masa lalu, baik masa orde lama maupun masa orde baru, menunjukkan bahwa penerapan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 yang memiliki sifat multiinterpretable atau dengan kata lain ber-wayuh arti mengakibatkan terjadinya sentralisasi kekuasaan di tangan presiden. Hal ini melatarbelakangi perlunya dilakukan amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen merupakan keharusan karena hal itu akan mengantar bangsa Indonesia kearah tahapan baru penataan terhadap ketatanegaraan. Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1999.
E. Proses Amandemen UUD 1945
Amandemen (bahasa Inggris: amendment) artinya perubahan. Mengamandemen artinya mengubah atau mengadakan perubahan. Istilah amandemen sebenarnya merupakan hak, yaitu hak parlemen untuk mengubah atau mengusulkan perubahan rancangan undang-undang. Perkembangan selanjutnya muncul istilah amandemen UUD yang artinya perubahan UUD. Istilah perubahan konstitusi itu sendiri mencangkup dua pengertian (Taufiqurohman Syahuri, 2004), yaitu
a. Amandemen konstitusi (constitutional amendment);
b. Perubahan konstitusi (constitutional reform)
Dalam hal amandemen konstitusi, perubahan yang dilakukan merupakan addendum atau sisipan dari konstitusi yanng asli. Jadi, konstitusi yang asli tetap berlaku. Adapun bagian yang diamandemen merupakan atau menjadi bagian dari konstitusinya. Jadi, antara bagian perubahan dengan konstitusi aslinya masih terkait. Nilai-nilai lama dalam konstitusi asli yang belum berubah masih tetap eksis. Sistem perubahan ini dianut oleh Amerika Serikat dengan istilah populernya amandemen.
Dalam hal pembaruan konstitusi, perubahan yang dilakukan adalah “baru” secara keseluruhan. Jadi, yang berlaku adalah konstitusi yang baru, yang tidak lagi ada kaitannya dengan konstitusi lama atau asli. Sistem ini dianut oleh negara seperti Belanda, Jerman, dan Perancis.
Amandemen atas UUD 1945 dimaksudkan untuk mengubah dan memperbarui konstitusi negara Indonesia agarv sesuai dengan prinsip-prinsip negara demokrasi. Dengan adanya amandemen terhadap UUD 1945 maka konstitusi kita diharapkan semakin baik dan lengkap menyesuaikan dengan tuntunan perkembangan dan kehidupan kenegaraan yang demokratis.
Mengapa UUD 1945 perlu diamandemen atau diubah? Secara filosofis, konstitusi suatu negara dalam jangka waktu tertentu harus diubah. Hal ini disebabkan perubahan kehidupan manusia, baik perubahan internal masyarakat yang bersangkutan, seperti pemikiran, kebutuhan hidup, kemampuan diri maupun kehidupan eksternal (luar) masyarakat, seperti lingkungan hidup yang berubah dan hubungan dengan masyarakat lain. Konstitusi sebagai landasan kehidupan bernegara harus senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Suatu konstitusi yang tetap akan ketinggalan zaman dan tidak mampu lagi berfungsi sebagai pedoman bernegara.
UUD 1945 sebagai konstitusi atau hukum dasar negara Republik Indonesia juga harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan. Untuk itu perlu dilakukan perubahan terhadap UUD 1945 yang sejak merdeka sampai masa pemerintahan Presiden Soeharto belum pernah dilakukan perubahan.
Tentang perubahan undang-undang dasar dinyatakan pada pasal 37 UUD 1945 sebagai berikut.
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
Perubahan atau mandemen terhadap UUD 1945 dilakukan pertama kali oleh MPR pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan mulai berlaku sejak tanggal 19 Oktober 1999. Amandemen atas UUD 1945 dilakukan oleh MPR sebanyak 4 kali. Dengan demikian UUD 1945 telah mengalami 4 kali perubahan yaitu sebagai berikut.
a. Amandemen Pertama Terjadi pada Sidang Umum MPR Tahun 1999, disahkan 19 Oktober 1999
MPR dalam sidang umum tahun 1999 mengeluarkan putusan mengenai UUD 1945 dengan perubahan yang kemudian dikenal dengan Perubahah Pertama. Perubahan pertama atas UUD 1945 tersebut diambil dalam suatu putusan majelis pada tanggal 19 Oktober 1999. Perubahan atas UUD 1945 tersebut berlaku sejak tanggal ditetapkannya putusan yaitu tanggal 19 Oktober 1999.
Pada perubahan pertama ini MPR RI mengubah Pasal 5 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi, pada perubahan pertama, yang diamandemenkan sebanhyak 9 pasal.
b. Amandemen Kedua Terjadi pada Sidang Tahunan MPR, Disahkan 18 Agustus 2000
MPR dalam sidang tahunan tahun 2000 mengeluarkan putusan mengenai UUD 1945 dengan Perubahan yang kemudian dikenal dengan Perubahan Kedua. Perubahan Kedua atas UUD 1945 tersebut diambil dalam suatu putusan majelis dan ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000.
Pada perubahan kedua MPR RI mengubah dan/ atau menambah Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 25E, Bab X, Pasal 26 ayat (2) dan (3), Pasal 27 ayat (3), Bab XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi, pada perubahan kedua yang diamandemenkan sebanyak 25 kali.
c. Amandemen Ketiga Terjadi pada Sidang Tahunan MPR, Disahkan 10 November 2001
MPR dalam sidang tahunan tahun 2001 mengeluarkan putusan mengenai UUD 1945 dengan perubahan yang kemudian dikenal dengan Perubahan Ketiga. Perubahan Ketiga atas UUD 1945 tersebut diambil dalam suatu putusan majelis dan ditetapkan berlaku pada tanggal 9 November 2001.
Pada perubahan ketiga, MPR RI mengubah dan/ atau menambah pasal 1 ayat (2) dan (3), Pasal 3 ayat (1), (3) dan (4), Pasal 6 ayat (1) dan (2), Pasal 6A ayat (1), (2), (3) dan (5), Pasal 7A, Pasal 7B ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6) dan (7), Pasal 7C, Pasal 8ayat (1) dan (2), Pasal 11 ayat (2) dan (3), Pasal 17 ayat (4), Bab VIIA, Pasal 22C ayat (1), (2), (3) dan (4), Pasal 22D ayat (1), (2), (3) dan (4), Bab VIIB, Pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6), Pasal 23 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 23A, Pasal 23G ayat (1) dan (2), Pasal 24 ayat (1) dan (2), Pasal 24A ayat (1), (2), (3), (4) dan (5), Pasal 24B (1), (2), (3) dan (4), Pasal 24C ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi, pada perubahan ketiga yang diamandemenkan sebanyak 23 pasal.
d. Amandemen Keempat Terjadi pada Sidang tahunan MPR, Disahkan 10 Agustus 2002
MPR dalam sidang tahunan tahun 2002 kembali mengeluarkan putusan mengenai UUD 1945 dengan perubahan yang kemudian dikenal dengan Perubahan Ketiga. Perubahan Ketiga atas UUD 1945 tersebut diambil dalam suatu putusan majelis dan ditetapkan berlaku pada tanggal 10 Agustus 2002.
Pada perubahan keempat MPR RI mengubah dan/ atau menambah Pasal 2 ayat (1), Pasal 6A ayat (4), Pasal 8 ayat (3), Pasal 11 ayat (1), Pasal 16, Pasal 23B, Pasal 23D, Pasal 24 ayat (3), Bab XIII, Pasal 3i ayat (1), (2), (3), (4) dan (5), Pasal 32 ayat (1) dan (2), Bab XIV, Pasal 33 ayat (4) dan (5), Pasal 34 ayat (1), (2), (3) dan (4), Pasal 37 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5), Aturan Peralihan Pasal I, II dan III, Aturan Tambahan Pasal I dan II Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Jadi, pada perubahan keempat ini yang diamandemenkan sebanyak 13 kali serta 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Pasal Aturan Tambahan. Amandemen atas UUD 1945 tersebut tidak mengakibatkan konstitusi yang asli atau UUD 1945 yang asli tidak berlaku lagi. Sistem perubahan UUD 1945 adalah dengan addendum yaitu menyisipkan bagian perubahan ke dalam naskah UUD 1945. Sistem perubahan ini meniru model amandemen di Amerika Serikat.
Dengan cara amandemen ini, UUD 1945 yang asli masih tetap berlaku, hanya beberapa ketentuan yang sudah diganti dianggap tidak berlaku lagi. Yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan baru. Naskah perubahan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, naskah UUD 1945 kita terdiri atas:
1. Naskah asli UUD 1945;
2. Naskah Perubahan Pertama UUD 1945;
3. Naskah Perubahan Kedua UUD 1945;
4. Naskah Perubahan Ketiga UUD 1945;
5. Naskah Perubahan Keempat UUD 1945.
Naskah UUD 1945 dengan perubahan pertama, kedua, ketiga dan keempat tersebut tertuang dalam Putusan MPR tentang UUD 1945 dan perubahannya. Putusan MPR tersebut tidak menggunakan nomor putusan majelis. Hal ini berbeda dengan jenis putusan majelis lainnya, yaitu ketetapan majelis dan keputusan majelis yang menggunakan nomor putusan majelis.
Dengan amandemen tersebut maka konstitusi negara Indonesia UUD 1945 menjadi lebih lengkap dan bertambah jumlah pasal-pasalnya. Jumlah keseluruhan pasal yang diubah dari perubahan pertama sampai keempat ada 73 pasal. Namun jumlah nomor pasal tetap yaitu 37 tidak termasuk Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan. Perubahan dilakukan dengan cara menambahkan huruf (A, B, C dan seterusnya) setelah nomor pasal (angkanya). Misalnya Pasal 28, kemudian Pasal 28A, Pasal 28B, dan seterusnya.
F. Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Sistem ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut.
a. Bentuk negara adalah kesatuan.
UUD 1945 menetapkan bahwa bentuk susunan negara Indonesia adalah kesatuan bukan serikat atau federal. Dasar menetapkan ini tertuang dalam pasal 1 ayat (1)UUD 1945 yang menyatakan “Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik”.
b. Bentuk pemerintahan adalah republik.
UUD 1945 menetapkan bahwa bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik bukan monarki atau kerajaan. Dasar penetapan ini tertuang dalam pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik”. Berdasarkan pasal tersebut dapat diketahui bahwa “kesatuan” adalah bentuk negara, sedang “republik” adalah bentuk pemerintahan.
c. Sistem pemerintahan adalah presidensiil.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensiil.Secara teoritis, system pemerintahan dibagi dalam dua klasifikasi besar, yaitu system pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensiil.
Klasifikasi sistem pemerintahan parlementer dan presidensiil didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif.Sistem pemerintahan disebut parlementer apabila badan eksekutif sebgai pelaksana kekuasaan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem pemerintahan disebut presidensiil apabila badan eksekutif berada diluar pengawasan langsung badan legislatif.
d. Sistem politik adalah demokrasi atau kedaulatan rakyat.
Sistem politik yang dianut oleh negara Indonesia adalah system politik demokrasi.Hal ini secara jelas dinyatakan dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.Hakikat dari demokrasi itu sendiri adalah kekuasaan dalam negara berada di tangan rakyat.
semoga bermanfaat bagi teman-teman.... jika ingin mengutip salah satu tulisan ini, jangan lupa sertakan alamat websitenya nya... gommawo
0 komentar:
Post a Comment