Pages

Saturday, October 15, 2011

perbedaan antara "classical dan operant conditioning" dalam teori belajar Behavioristik


Classical conditioning (pengkondisian klasik) di kemukakan oleh seorang psikolog Rusia bernama Ivan pavlov. Pengkondisian klasik adalah tipe pembelajaran dimana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimuli. Dalam hal ini stimuli netral diasosiasian dengan stimulus yang bermakna dan menimbulkan kapasitas untuk mengeluarkan respon yang sama. Tedapat dua tipe stimuli dan dua tipe respon, yaitu: unconditioned stimulus (US), unconditioned response (UR), conditioned stimulus (CS), dan conditioned response (CR). Classical conditioning merupakan kemampuan merespon stimulus baru berdasarkan pengalaman yang diperoleh secara berulang – ulang. Dalam classical conditioning terdapat prinsip continguity yang sangat berperan penting yang berbunyi, “kapanpun terdapat dua alat indra terjadi secara bersama-sama dan berulang kali, maka keduanya saling berkaitan. akhirnya bila hanya satu dari stimulus terjadi, maka yang lainnya ikut merespon sebagai perwujudannya terjadilah suatu jawaban yang otomatis. Misalnya ketika mata kita terkena debu atau kotoran lainnya yang berasal sari udara, secara refleks kita akan langsung menutup mata. Contoh lainnya ketika tangan kita terkena api atau dekat dengan api, secara serentak pasti tangan kita akan langsung menghindar dari api tersebut.

Prinsip Classical conditioning tidak begitu saja dapat digunakan, melainkan terdapat beberapa petunjuk untuk menggunakannya. Pertama, mengkaitkan kejadian yang positif dan menyenangkan dalam tugas belajar. Misalnya agar proses pembelajaran dalam kelas tidak membosankan, sesekali seorang guru mengadakan sejenis permainan kelompok untuk merileksasikan sejenak pikiran siswa. Dengan permainan ini proses belajar akan lebih menyenangkan dan tentunya siswa akan lebih semangat untuk belajar.
Kedua, memberikan bantuan kepada siswa secara sukarela kepada siswa untuk menghadapi situasi yang penuh kecemasan. Misalnya seorang anak yang pemalu, diberi tanggung jawab untuk memimpin berdoa di depan kelas. Selain memimpin doa, berikan kesempatan kepadanya untuk kegiatan yang sama di depan kelas. Hal itu bisa membantu anak tersebut untuk melatih mentalnya agar menjadi lebih baik dan percaya diri.
Ketiga, membantu siswa mengenal perbedaan dan kesamaan antara situasi yang dapat mereka diskriminasikan dan simpulkan secara tepat. Misalnya seorang guru memberi pengarahan kepada siswa kalau diberi sesuatu barang dari orang yang belum dikenal seharusnya tidak mau menerimanya. Karena kemungkinan orang tersebut dapat berbuat yang tidak baik kepada kita.

Operant Conditioning (pengkondisian operant) adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi. percobaan yang dilakukan oleh Skinner, dilakukan pada seekor tikus yang di masukkan dalam boxs, yang disebut skinner's box. 

Pada awalnya penelitian mengenai operant conditioning dilakukan oleh E.I. Thorndike. Namun penelitian yang dilakukan oleh Skinner lebih sederhana dan lebih dapat diterima secara luas.
Maksud dari pengkondisian ini yaitu proses pembeljaran dimana seseorang secara sadar terlibat dan aktif bertindak pada lingkungannya dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Operant conditing adalah belajar dalam hal perilaku otomatis diperkuat atau diperlemah oleh konsekuensi atau tujuan (Santrock and Yussen, 1992).
Prinsip Classical conditioning tidak begitu saja dapat digunakan, melainkan terdapat beberapa petunjuk untuk menggunakannya. Pertama, mengkaitkan kejadian yang positif dan menyenangkan dalam tugas belajar. Misalnya agar proses pembelajaran dalam kelas tidak membosankan, sesekali seorang guru mengadakan sejenis permainan kelompok untuk merileksasikan sejenak pikiran siswa. Dengan permainan ini proses belajar akan lebih menyenangkan dan tentunya siswa akan lebih semangat untuk belajar.
Kedua, memberikan bantuan kepada siswa secara sukarela kepada siswa untuk menghadapi situasi yang penuh kecemasan. Misalnya seorang anak yang pemalu, diberi tanggung jawab untuk memimpin berdoa di depan kelas. Selain memimpin doa, berikan kesempatan kepadanya untuk kegiatan yang sama di depan kelas. Hal itu bisa membantu anak tersebut untuk melatih mentalnya agar menjadi lebih baik dan percaya diri.
Ketiga, membantu siswa mengenal perbedaan dan kesamaan antara situasi yang dapat mereka diskriminasikan dan simpulkan secara tepat. Misalnya seorang guru memberi pengarahan kepada siswa kalau diberi sesuatu barang dari orang yang belum dikenal seharusnya tidak mau menerimanya. Karena kemungkinan orang tersebut dapat berbuat yang tidak baik kepada kita.
Pada dasarnya pengukuhan itu komplek. Secara sederhana pengukuhan dibedakan menjadi pengukuhan positif yang sifatnya ditambahkan atau diperoleh dan pengukuhan negatif yang sifatnya dikurangi, ditolak atau dijauhi. Anatar kedua pengukuhan ini sulit dipahami karena keduanya melibatkan stimulus yang berlawanan dan tidak menyenangkan. Perlu kita cermati bahwa pengukuhan negatif juga dapat meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku, sementara itu hukuman menurunkan kemungkinan munculnya respon.
Terdapat beberapa susunan yang dapat meningkatkan efektivitas pengukuhan. Yang pertama yaitu interval waktu. Belajar lebih efektif dalam operant conditioning karena interval stimulus dan responnya sangat singkat (perilaku otomatis), dibandingkan classical conditioning (perlu proses yang tidak dapat secara otomatis). Yang kedua yaitu pembentukan. Dengan pembentukan diharapkan dapat mengembangkan perilaku individu yang dikehendaki. Misalnya terdapat aturan bahwa anak yang baru pertama masuk sekolah diharapkan cepat mengambil tempat duduk dan duduk dengan tenang.
Yang ketiga yaitu penjadwalan pengukuhan. Penjadwalan pengukuhan menentukan kejadian suatu respon yang akan dikukuhkan. Penjadwalan sepenuhnya berdasarkan interval waktu dan frekuensi perilaku secara spesifik. Yang keempat yaitu pengukuhan primer dan sekunder. Pengukuhan primer menggunakan pengukuhan dalam memuaskan diri sendiri tanpa melalui belajar dari lingkungan, sdangkan pengukuhan sekunder mendapatkan nilai positif melalui pengalaman yang dapat dipelajari (bersifat kondisional).
Prinsip ketiga dalam teori behavioral yaitu Pembentukan Kebiasaan. Presentasi dalam pembentukan kebiasaan terjadi berulang – ulang. Misalnya kebiasaan seorang bayi yang ingin minum susu. Si bayi akan memasukkan tangan ke mulutnya dan akan berhenti ketika bayi tersebut telah mendapatkan ASI dari ibunya.
Prinsip yang terakhir atau yang keempat dalam teori behaviorial yaitu Peniruan (Imitation). Imitasi atau peniruan terjadi ketika anak – anak belajar perilaku baru dengan melihat orang lain bertindak. Dalam beberapa hal imitasi membutuhkan waktu yang lebih sedikit daripada operant conditioning. Selain itu pada operant conditioning hanya memberikan pembelajaran yang terbatas dan mengabaikan situasi penting terutama pada pengaruh social terhadap belajar.
Teori kedua yaitu Teori Kognitif. Pada dasarnya teori kognitif memang berbeda dengan teori behavioral. Pada teori kognitif, pengetahuan dipelajari dan perubahan dalam pengetahuan menyebabkan adanya perubahan perilaku. Sedangkan pada teori behavioral, perilaku baru itu sendiri yang dipelajari. Pendekatan kognitif menyarankan bahwa apa yang dibawa oleh individu dalam situasi belajar merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam proses belajar. Pengetahuan menciptakan penalaran kita, maemfokuskan perhatian kita, dan merupakan penopang untuk mengingat.



0 komentar:

Post a Comment