Pages

Friday, April 13, 2012

Keterbatasan Model-Model Pembelajaran Baru


A.           Hakekat Etika Pembelajaran dan Model Pembelajaran Baru
Pada saat ini, pendidikan menjadi bahasan utama yang harus dikaji secara mendalam. Bahasan pokok dalam pendidikan adalah pembelajaran. Pembelajaran yang merupakan center of education harus dapat berjalan sesuai dengan tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Maka dari itu, dalam pembelajaran perlu ada yang mengontrol dan mengatur, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Ya, etika dalam pembelajaran dapat mengontrol dan mengatur proses pembelajaran agar tidak menyalahi aturan pembelajaran. Karena, sekarang ini banyak terjadi pelanggaran etika dalam dunia pendidikan, khususnya pada proses pembelajaran. Sebelum Kita masuk ke inti pembahasan lebih lanjut, kita akan mengulas kembli hakekat etika dalam pembelajaran itu apa.
Etika dapat Kita pahami sebagai bahasan mengenai perbuatan baik dan perbuatan buruk, perbuatan benar dan perbuatan salah manusia sejauh yang dipahami oleh pikiran manusia. Etika mengatur manusia agar tidak melakukan pelanggaran yang menyalahi aturan. Etika dalam pembelajaran sangat penting peranannya. Etika pembelajaran merupakan kaidah-kaidah moral, norma atau aturan tata susila yang mendasari perilaku dalam melaksanakan pembelajaran itu. Etika pembelajaran membicarakan kaidah moral bagaimana teknik dan teknologi yang diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran.
Dapat disimpulkan bahwa etika pembelajaran adalah suatu proses dalam mendapatkan dan menerapkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan, sehingga ilmu itu bermanfaat bagi kehidupannya, lingkungannya dan bangsanya. (sumber: http://warlijamhari.blogspot.com/2009/01/etika-pembelajaran-menurut-az-zarnuji.html).
Dari pemaparan di atas, dapat ditarik benang merah bahwa Kita tidak dapat memungkiri bahwa etika tidak dapat dipisahkan dari pendidikan khususnya pembelajaran. Namun, terkadang masih banyak ditemui pelanggaran etika dalam pembelajaran. Banyak faktor-faktor  penyebab dari pelanggaran tersebut. Salah satunya, penerapan model pembelajaran yang kurang tepat, sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai karena adanya keterbatasan model pembelajaran yang diterapkan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, baru-baru ini banyak terdengar model-model pembelajaran terbaru yang bermunculan. Model-model pembelajaran tersebut lahir dari refleksi model pembelajaran yang telah muncul sebelumnya. Seperti yang Kita ketahui bahwa Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematik dan mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman para perancang pembelajaran dan
para pengajar dalam merencanakan dan melakukan aktivitas pembelajaran.(Sumber:
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2251772-pengertian-model-pembelajaran/#ixzz1rMYQtC9U). Model pembelajaran terbaru merupakan model pembelajaran yang belum terlalu familiar terdengar ditelinga Kita dan masih jarang digunakan dalam proses pembelajaran. Tetapi mungkin di antara Kita sudah pernah  mendengar  model-model tersebut.
Pada pembahasan kali ini, terdapat 3 model pembalajaran terbaru yang akan Kita analisis. Model pembalajaran tersebut yakni:
1.      Model Pembelajaran Berbasis Komputer.
2.      Model Pembelajaran PAKEM (Partisipatif, Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).
3.      Model pembelajaran Berbasis Web (e-Learning).

B.      Analisis Keterbatasan Model-Model Pembelajaran
Beberapa dari banyaknya model-model pembelajaran lama yang memiliki kelemahan dan kelebihanya masing-masing, serta telah lahirnya ide-ide baru sesuai dengan perkembangan pengetahuan yang lebih modern dari para ahli teori belajar maupun psikologi belajar, mampu menghadirkan  model-model pembelajaran baru yang lebih meningkatkan dan memfokuskan pada kemampuan, kompetensi  dan pengembangan pengetahuan peserta didiknya.
Secara umum model-model pembelajaran baru, salah satunya mengarah pada perkembangan model student-centered learning di dunia pendidikan, dianggap ideal oleh para penciptanya (aliran/ ahli yang mendukung) terhadap pencapaian pemahaman manusia dalam belajar. Namun demikian, pertimbangan dan penganalisisan dari berbagai segi atau bidang terhadap sebuah model pembelajaran tetap perlu dilakukan oleh siapapun pendidik ataupun pembimbing dalam menentukan pemakaian model pembelajaran yang akan digunakan, khususnya mengenai kesesuaian model dengan etika dalam pembelajaran. Berikut beberapa analisis mengenai keterbatasan model-model pembelajaran baru yang saat ini berlangsung dalam dunia pendidikan kaitanya dengan etika pembelajaran pada umumnya :

1)   Model Pembelajaran Berbasis Komputer
Disini terdapat dua bentuk model pembelajaran yaitu a) model CAI (Computer Assisted instruction), perangkat lunak komputer digunakan untuk membantu guru dalam proses pembelajaran, seperti berbagai multimedia, alat bantu dalam presentasi maupun demonstrasi atau sebagai alat bantu dalam pelaksanaan pembelajaran. Dan b) CBI (Computer Baseb Instruction), dimana siswa-siswa berinteraksi langsung dengan media interaktif berbasis computer, sementara guru bertindak sebagai desainer dan programmer pembelajaran.
Pengenalan tentang aplikasi dan teknologi sebaiknya dimulai sejak dini, tidak membeda-bedakan dan diberikan pada tingkat jenjang pendidikan tertentu sesuai dengan tingkatan kognitif anak, sehingga telematika dan teknologi modern dapat menjadi bagian dari sistem pendidikan.
Salah satu model pembelajaran berbasis komputer yaitu model Drill, model pembelajaran dengan jalan melatih siswa terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan. Melalui model ini, akan ditanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu dalam bentuk latihan. Model dari Herbart, dalam pelaksanaanya secara mekanis dapat digunakan untuk mengajarkan berbagai mata pelajaran dan kecakapan. Model ini bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar konkrit melalui penciptaan tiruan-tiruan melalui penyediaan latihan-latihan soal maupun materi-materi pembelajaran yang bertujuan menguji performance dan kemampuan siswa melalui kecepatan penyelesaian latihan-latihan yang diberikan program CBI. Disini guru harus memiliki keahlian penuh dalam mengelola computer atau program sebagai upaya untuk meningkatkan pola pikir dan kemampuan siswa.
Model ini memaksa siswa untuk melatih kemampuanya secara terus menerus selama mereka belum bisa menyelesaikanya. Melalui model ini siswa secara cepat dapat memperoleh penguasaan dan ketrampilan yang diharapkan, juga akan memperoleh pengetahuan yang siap pakai dan akan mampu menanamkan pada kebiasaan-kebiasaan belajar secara rutin, disiplin dan mandiri (Rusman, 292;2011).
Berikut beberapa analisis dari keterbatasan penerapan model pembelajaran berbasis komputer :
a)    Pendidik
Memang memiliki peran yang amat sangat penting dalam pembelajaran. Namun demikian, tidak sepenuhnya materi-materi yang pendidik sampaikan harus bersumber dari pendidik, dan harus dipaksakan masuk atau menjadi kebiasaan yang masuk dalam diri peserta didiknya. Jadi, apapun materi pembelajaran yang diberikan pada peserta didik, harus disesuaikan dengan kemampuan peserta didik dan tidak hanya berasal dari satu sumber yang hanya berasal dari satu pemikiran yaitu dari guru. Pendidik perlu mengikutsertakan siswa mengenai mata pelajaran yang akan dipelajari dan memahami karakteristik peserta didiknya sebagai manusia yang memiliki kemampuan dan gaya belajar yang berbeda-beda.
b)   Kemampuan dan karakteristik siswa serta lingkungan.
Apakah peserta didik memiliki cukup pemahaman untuk mempelajarinya atau bahkan ia malah tak mampu untuk mempraktekanya ? Apa yang bisa dimanfaatkan ketika apa yang telah pendidik buat (misalkan suatu program pengelola materi) untuk belajar, tidak dapat dipahami ataupun diproses dalam struktur kognitif anak. Dalam penerpaan model pembelajaran berbasis komputer, perlu adanya penyesuaian terhadap siapa peserta didik kita (umur, jenis kelamin, kebiasaan, dll.)? Dimana guru mengajar? Bagaimana kondisi lingkungan belajarnya? Sudah siapkah peserta didik mengenal apa yang akan guru kenalkan?. Sebuah  model pembelajaran tidak dapat diterapkan begitu saja pada suatu daerah yang memiliki pola berpikir yang mungkin masih tertinggal dengan daerah-daerah lain, sesuai dengan prinsip bahwa perlu adanya Perencanaan dan pertimbangan yang matang dari pendidik terhadap kemampuan dan karakteritik siswa serta lingkungan sehingga penerapan sebuah model pembelajaran pada suatu proses pembelajaran dapat terlaksana.
c)    Pemahaman pendidik mengenai model itu sendiri.
Sudahkah pendidik memahami model pembelajaran yang akan ia terapkan? mampukah ia memfasilitasi ataupun membimbing peserta didiknya dengan baik melalui model pembelajaran ini? apakah pendidik hanya ingin mengikuti perkembangan zaman sehingga ia memakai model pembelajaran baru, sehingga tujuan pembelajaran yang sebenarnya dikesampingkan?. Pemahaman mendalam mengenai model pembelajaran yang digunakan, menjadi hal penting ketika sebuah model akan digunakan. Jika pendidik tidak menguasai teknologi komputer, ataupun ia memahaminya namun tidak mengerti apa manfaat yang dapat diambil siswa ketika pembelajaran  telah selesai atau tamat nanti. Maka, sia-sia sudah apa yang ia ajarkan selama itu.
Pendidik harus memahami dan meresapi secara mendalam model pembelajaran yang akan ia gunakan, melakukan perencanaan dan analisis terhadap kelebihan dan kelemahan model, kecocokan antara proses yang mampu menghasilkan tujuan yang sesuai dengan target.
d)   Keberadaan Teknologi
Tidak semua wilayah di Indonesia memiliki fasilitas yang memadai dalam pendidikan. Sehingga keberadaan model pembelajaran ini tidak mampu diterapkan dengan baik apalagi jika SDM pendidiknya pun rendah. Maka, barangkali keberadaan teknologi ini justru menjadikan manusianya memiliki persepsi yang salah atau berbeda dengan persepsi dari manusia yang benar-benar mengenal lebih dalam mengenai keberadaan teknologi ini. Seharusnya proses pembelajaran itu memantapkan pemahaman manusia, bukan menyasarkan pemahaman mereka. Dengan teknologi ini pula, peran guru mampu terminimalisir dan interaksi dalam proses pembelajaran pun menjadi berkurang.
e)    Persepsi idealisme
Biasanya, seorang pendidik akan welcome terhadap berbagai model pembelajaran baru yang mereka anggap memiliki keidealan jika pendidik terapkan. Mereka hanya melihat ke-ideal-an sebuah model hanya dari konsep teorinya, tidak melihat apakah lingkunganya, dan komponen-komponenya mendukung. Proses pembelajaran seharusnya telah direncanakan secara matang sebelumnya oleh pendidik, mengenai model pembelajaran, bahan, media, dan evaluasi dengan harapan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditargetkan seoptimal mungkin. Jadi bukan hanya mencoba-coba tanpa memperhatikan dan mendalami pemahaman serta tujuan model yang akan diterapkan.


2)   Model Pembelajaran Pakem (Partisipatif, Aktif, Kreatif, Efektif, Dan Menyenangkan)
Pembelajaran berpusat pada anak dan pembelajaran harus bersifat menyenangkan, agar mereka termotivasi untuk terus belajar tanpa diperintah atau merasa terbebani dan takut (Rusman,321:2011). Beberapa analisis mengenai keterbatasan model pembelajaran PAKEM (partisipatif, aktif, efektif, dan menyenangkan) :
a)    Jika Guru tidak mengetahui secara matang mengenai konsep dari metode ini, maka tujuan dari pembelajaran akan menggantung bahkan tidak mampu menghasilkan keluaran yang tidak sesuai dengan tujuan yang sudah ditargetkan sebelumnya. Model pembelajaran yang digunakan seharunya menjadi jalan dalam mencapai tujuan, pendidik harus menguasai perencanaan dan pengelolaan pembelajaran berdasarkan model pembelajaran yang ia tetapkan.
b)   Konsep model pembelajaran terlalu ideal. Model ini dapat dikatakan sebagai satu model yang mampu melahirkan seorang manusia atau peserta didik yang sempurna dalam hal proses berpikirnya. Memang kita ketahui bahwa semua peserta didik tidak sama, baik kemampuan, gaya belajar, karakter, sifat, dan sebagainya. Apakah seorang guru mampu menampung atau membimbing semua peserta didiknya jika kemampuan per-individu mereka harus dikembangkan, perlu adanya pengelolaan dari pendidik yang kompeten dan proses panjang untuk dapat menerapkan model ini.   Model pembelajaran seharusnya memudahkan pendidiknya dalam mencapai tujuan dari pembelajaran.
c)    Peserta didik dan lingkungan. Apakah tujuan dari model pembelajaran akan tetap tercapai jika peserta didik maupun lingkungan pembelajaranya tidak mendukung? Haruskah seorang guru tetap memaksakan seorang atau beberapa siswa untuk berbicara atau berkarya jika mereka tak mau melakukanya? Tidakah pendidik melihat bagaimana kondisi lingkunganya, dengan model pembelajaran yang ia gunakan? Semua peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda-beda, itu yang ditekankan sejak awal. Bagaimana jika seorang pendidik menemui karakter-karakter peserta didik yang tidak ia bayangkan sebelumnya, yaitu mereka diam, hanya mengangguk jika paham, tak pernah bertanya jika tak mengerti, mengikuti proses pembelajaran dari awal sampai akhir tanpa tahu apakah dia senang atau bosan ketika belajar.
Pendidik tidak boleh puas hanya dengan satu model saja, meskipun konsep dari sebuah model yang digunakan terlihat amat ideal, mereka perlu menganalisis lagi apakah perencanaan atau usaha pendidik telah optimal dalam memanfaatkan berbagai sumber belajar yang ada. Tidak ada satu model pembelajaran pun yang ideal, perlu adanya kombinasi dan kreatifitas pendidik dalam memanfaatkan sumber belajar apapun.



3)   Model pembelajaran Berbasis Web (e-Learning)
Belajar bisa dimana pun kapanpun dan apapun yang akan dipelajari dapat kita lakukan dengan “mudah” (untuk mereka yang memiliki atau berada dipusat peradaban). Web-Based education (WBE) atau pembelajaran berbasis web, secara sederhana dapat dikatakan sebagai semua pembelajan yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi internet dan selama proses belajar dirasakan terjadi oleh yang mengikutinya, maka kegiatan itu dapat disebut pembelajaran berbasis web (Rusman, 335:2011). Berikut beberapa analisis mengenai keterbatasan model pembelajaran berbasis web (e-learning):
a)    Teknologi dan Manusia
Apakah teknologi mampu mengontrol manusia ? apakah justru manusia yang akan dikondisikan oleh teknologi ?
Beberapa kelebihan dari metode ini cenderung lebih pada pemanfaatan teknologi sebagai hasil dari pengetahuan yang terus berkembang. Sehingga berbagai dunia pun tak bisa jika dianggap tertinggal dari bangsa lain. Maka suatu bangsa harus memanfaatkan dan memahami konsep fungsi (esensi) dari teknologi itu sendiri. Pemanfaatan sumber belajar yaitu teknologi computer berbasis internet merupakan hal yang positif, namun dikala peserta didik sebagai manusia yang lebiih baik dari apapun tidak mampu mengontrol aktivitasnya melalui teknologi itu sendiri, apalagi ia bertatapan langsung dengan sumber belajar tersebut, maka mereka akan memiliki titik fokus yang cenderung lebih melakukan hal-hal lain yang dapat ia lakukan tanpa orang lain melihatnya. Sumber belajar seharusnya dijadikan sebagai peningkatan pengetahuan dan pembentukan pola pikir yang lebih kreatif serta peserta didik.
b)   Aspek sosial dalam pendidikan
Dunia belajar dikelas penuh interaksi, dapat kita bayangkan seperti aktivitas belajar antar siswa dan guru, saling bekerja sama dan sharing, bertemu dan menyapa, serta saling membantu dan bertanggungjawab atas pekerjaanya. E-learning, pembelajaran berbasis web, tidak mampu menjangkau hubungan atau tatap muka secara langsung antara pendidik dan peserta didik. meskipun terdapat satu atau dua kali pertemuan tatap muka ataupun telah ada fasilitas pembelajaran virtual dan interaksi melalui chatting, hal tersebut tak mampu menggantikan pertemuan-pertemuan langsung antar keduanya. Kita tak bisa merasakan, melihat respon maupun ber interaksi aktif baik dengan pendidik maupun teman. Sehingga dapat dikatakan pembelajaran tidak benar-benar bermakna atau terjadi. Karena kurang atau bahkan tidak adanya interaksi tatap muka antar komponen pendidikan.
 Proses pembelajaran dilakukan secara optimal baik oleh peserta didik dan sumber belajar dan oleh pendidik khususnya sebagai pembimbing dalam mencapai tujuan pembelajaran bersama. Perlu adanya kedekatan antara pendidik dengan peserta didik dan komunikasi langsung.
c)    Bahan Informasi atau pengetahuan atau ide
Tidak adanya kontrol yang dapat dilakukan dengan baik pada saat pemrosesan informasi melalui internet. Ide maupun karya adalah sebuah hasil dari pemikiran keras seorang individu. Dapatkah kita mengambil atau menirunya begitu saja, atau menduplikat tanpa seijin pemiliknya. Seorang pendidik maupun peserta didik, keduanya sama-sama belajar dalam proses belajar, bedanya seorang pendidik lebih memiliki banyak pengalaman dari peserta didiknya. Dunia internet, tidak mampu mengontrol secara keseluruhan mengenai isi/informasi atau tampilan yang ia kelola, kecuali suatu informasi telah melewati sebuah software yang mengelola isi dari segala hal dalam internet. Siswa dapat mendapat banyak informasi melalui internet, maka perlu adanya program-program yang aman/terproteksi atau alamat-alamat referensi dari pendidik mengenai materi yang dapat siswa pelajari.
Etika akademik sangat kental disini, bahwa sebuah karya seseorang adalah milik paling berharga dari penciptanya, maka kejujuran dalam berkarya (tidak plagiat) adalah sesuatu hal yang sangat diperlukan.
d)   Konsep sulit diterapkan
Jika SDM pendidiknya tidak memahami konsep model pembelajaran e-learning dan ia pun tidak menguasai teknis pemrograman pada teknologi komputer berbasis intrenet. Maka model pembelajaran ini, tidak dapat berdiri tegak (lancar). Demikian pula jika penerapan model dilakukan tanpa adanya pertimbangan dan analisis terhadap kecocokan karakteristik pebelajar dan lingkunganya. Maka tidak akan pernah berlangsung pembelajaran yang interaktif melalui web atau internet.
Sebuah model pembelajaran diterapkan untuk mempermudah dan memperlancar proses tercapainya tujuan bukan sebaliknya.
e)    Teknologi tidak mampu mengukur kemampuan atau potensi manusia
Melalui proses yang seperti apa seorang pendidik yang menggunakan model pembelajaran e-learning (murni e-learning) mengevaluasi pembelajaran peserta didiknya?
Tidak ada peserta didik yang memiliki kesamaan satu sama lain, bakat dan potensi serta kemampuan berpikir dan gaya belajar mereka berbeda-beda. Jika dari awal, ataupun sebelumnya telah ada pertemuan tatap muka sekali atau dua kali antara pendidik dan peserta didik dan kemudian pembelajaran berlangsung melalui e-learning sampai pada proses evaluasi peserta didiknya pun memakai e-learning. Efektifkah penggunaanya ? apakah tugas mereka kerjakan sendiri atau dengan bantuan orang lain ? terlihatkah bakat dan kompetensi mereka ?
Teknologi   tak mampu menjawab secara keseluruhan kebutuhan belajar manusia. Proses pembelajaran secara langsung yang bermakna, memang memiliki esensi yang jauh lebih tinggi dari pada pembelajaran apapun khususnya model pembelajaran berbasis web ini.
Karena proses pembelajaran berlangsung jika terjadi interaksi langsung dan positif antar peserta didik, pendidik dan sumber belajar. Dan kemampuan serta potensi siswa tidak hanya diukur melalui hasil pembelajar, proses  adalah bagian terpenting dalam pembelajaran.



C. Peran Teknologi Pendidikan dalam Penerapan Model-Model Pembelajaran.         
Menurut definisi TP tahun 1994, teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi proses dan sumber untuk belajar. Sehingga terlihat jelas bahwa dalam definisi tersebut, terdapat 4 (empat) komponen definisi. Yaitu teori dan praktek; desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi; proses dan sumber; serta yang terakhir adalah untuk keperluan belajar. Dari keempat komponen tersebut, jelas dapat diambil kesimpulan bahwa seorang teknolog pendidikan ataupun teknolog pembelajaran harus dapat menguasai teori dan praktek dalam 5 (lima) kawasan teknologi pendidikan yang diaplikasikan dalam proses belajar maupun pengelolaan sumber untuk belajar.
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang mendukung terjadinya belajar, termasuk sistem pelayanan, bahan pembelajaran, dan lingkungan (Barbara B. Sheels & Rita C. Richey, 1994: 13). Sumber belajar mempunyai manfaat yang cukup besar, terutama dalam mendukung tercapainya tujuan belajar dan pembelajaran dari suatu proses kegiatan belajar mengajar (Ali Muhtadi, 2005). Hal ini sama seperti tujuan diterapkannya model pembelajaran, adalah untuk mencapai tujuan pendidikan maupun tujuan instruksional. Sehingga antara sumber belajar dan model pembelajaran terdapat hubungan yang sangat erat.
Kompetensi untuk mengelola sumber dan proses belajar dan pembelajaran adalah kompetensi yang hanya dimiliki oleh Teknolog Pendidikan. Teknolog pendidikan mampu menjadi seorang pengembang instruksional, yang mendesain terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Selain itu, seorang teknolog pendidikan juga memiliki dasar-dasar pemilihan dan penerapan berbagai jenis media, sehingga berkompetensi sebagai seorang ahli media dalam pembelajaran. Berdasarkan kedua kompetensi tersebut, maka dalam makalah ini hanya akan dikaji peran teknolog pendidikan sebagai pengembang isntruksional dan ahli media dalam penerapan metode baru pembelajaran.
Pengembangan instruksional adalah cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Seorang pengembang instruksional hendaknya memiliki kompetensi dalam bidang ini, dan telah memperoleh pendidikan dan latihan khusus, memiliki pengalaman yang cukup, pengetahuan yang luas, dan menguasai bidang evaluasi. Kegiatan pokok bagi para pengembang sistem dan desain instruksional meliputi:
1)        Menentukan hasil belajar dalam arti prestasi siswa yang bisa diamati dan diukur (learning outcomes).
2)        Identifikasi karakteristik siswa yang akan belajar.
3)        Berdasar 1 dan 2 tersebut, memilih dan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar bagi para siswa.
4)        Menentukan media untuk kegiatan tersebut.
5)        Menentukan situasi dan kondisi, dalam mana responsi siswa akan diamati dan dipandang sebagai salah satu contoh dari tingkah laku yang diharapkan.
6)        Menentukan kriteria, seberapa prestasi siswa telah dianggap cukup.
7)        Memilih metode yang tepat untuk menilai kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan tingkah laku seperti tersebut pada angka 1.
8)        Menentukan metode untuk memonitor responsi siswa- sewaktu­.
9)        Berada dalam proses pengajaran dan sewaktu dievaluasi.
10)    Mengadakan perbaikan yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar bila ternyata responsi siswa tidak sesuai dengan hasil yang telah ditentukan.
Hasil akhir dari pengembangan instrusksional merupaka suatu sistem instruksional yang berupa materi dan strategi hasil mengajar yang dikembangkan secara empirik yang secara konsisten telah dapat mencapai tujuan instruksional tertentu.
Sedangkan apabila ditinjau dari segi penggunaan media pembelajaran, setiap model-model pembelajaran pasti menggunakan media yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai seorang teknolog pendidikan, perlu mengkaji penerapan media yang digunakan, apakah sudah tepat dengan etika pendidikan yang ada, atau mengabaikan nilai-nilai etika. Seorang ahli media hendaknya tidak hanya menguasai teori, tetapi juga harus terampil memproduksi yaitu berupa ketrampilam memproduksi media dalam suatu organisasi sumber belajar. Mereka tidak hanya ahli dibidang media saja dan berdiri sendiri, namun harus memahami kaitanya dengan pendidikan dan pengajaran. Berikut beberpa prinsip yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran (Ali Muhtadi, 67-68: 2005):
1)        Ahli media berada di garis depan dalam program dan praktek pendidikan, dan selalu berperan serta dalam mendorong pembaharuan proses belajar mengajar.
2)        Ahli media merupakan bagian dari staf pengajar. Oleh karena itu ia ikut serta dalam pengambilan keputusan instruksional.
3)        Dalam program media , ahli media membutuhkan kerja sama dengan content expert, teknisi, dan tenaga administrasi.
4)        Ahli media seyogyanya memiliki inisiatif dan dapat menerapkan program media dalam pendidikan, memiliki kemampuan dan ketrampilan lebih dari satu keahlian dalam bidang teknologi pendidikan
5)        Ahli media seyogyanya memiliki ijazah master atau magister dalam bidang media dan hubunganya dengan perpustakaan, informasi, teknologi dan komunikasi pendidikan serta kurikulum
6)        Apabila dirinci, untuk kompetensi poin ke-lima, maka ahli media menguasai bidang-bidang sebagai berikut :
a.    Teori, prinsip, dan metode teknologi instruksional.
b.    Pengembangan kurikulum dan strategi belajar mengajar.
c.    Analisis kebutuhan dan karakteristik pemakai.
d.   Prinsip-prinsip komunikasi.
e.    Prinsip-prinsip penggunaan dan penyebaran informasi.
f.     Perencanaan dan pengadministrasian program media.
g.    Pelayanan akan bahan dan informasi yang dibutuhkan , baik untuk anak-anak maupun dewasa, dan sekaligus dapat menunjukan rujukan (reference) dan bibliografinya.
h.    Kemampuan menganalisis maupun menafsirkan suatu materi pelajaran
i.      Teknik bimbingan membaca, mendengar dan melihat kepada pemakai media
j.      Pengorganisasian informasi seperti katalogisasi dan klasifikasi
k.    Proses informasi system penyimpanan dan peminjaman (storage and retrievel systems)
l.      Desain dan produksi media
m.  Intrepretasi dan penerapan hasil penelitian
7)        Ahli media hendaknya juga memiliki kualifikasi dan pengalaman dalam televisi instruksional, teknologi komputer, dan programmed instructional.

Ali Muhtadi. 2005. Manajemen Sumber Belajar. Yogyakarta: UNY.
Rusman.2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Professionalism Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Seels, Barbara B. dan Rita C. Richey. 1994. Teknologi Pembelajaran Definisi dan Kawasannya. Washington DC: Association for Educational Communication and Technology.




 Semoga dapat menjadi bahan referensi teman-teman... apabila ingin mengutip silahkan sertakan link website ini..







0 komentar:

Post a Comment