Pages

Sunday, November 3, 2013

Filsafat Idealisme dalam Pendidikan



Kata filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani. Kalimat ini berasal dari kata Philosophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang, suka, dan kata sophia berarti pengetahuan, hikmah, dan kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Filsafat dilihat dari fungsinya secara praktis adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk problematika dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu bila dihubungkan dengan problematika pendidikan secara luas, maka dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan kerangka acuan bidang filsafat pendidikan, guna mewujudkan cita-cita pendidikan yang diharapkan suatu masyarakat atau bangsa.


A.    Tinjauan Umum tentang Filsafat Idealisme
Tokoh Filsafat Idealisme Plato
Plato merupakan salah satu tokoh aliran idealisme. Plato adalah filsuf pertama yang mengembangkan prinsip-prinsip filsafat idealisme. Secara historis, idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum masehi oleh Plato (427-347 SM) di Athena. Selama Plato hidup, Athena adalah kota yang berada dalam kondisi transisi (peralihan). Peperangan bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki era baru. Seiring dengan adanya peperangan-peperangan tersebut, perdagangan dan perniagaan tumbuh subur dan orang-orang asing tinggal diberbagai penginapan Athena dalam jumlah besar untuk meraih keuntungan mendapatkan kekayaan yang melimpah. Dengan adanya hal itu, muncul berbagai gagasan-gagasan baru ke dalam lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru tersebut dapat mengarahkan warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan & nilai-nilai tradisional. Saat itu pula muncul kelompok baru dari kalangan pengajar (para Shopis). Ajarannya memfokuskan pada individualisme, karena mereka berupaya menyiapkan warga untuk menghadapi peluang baru terbentuknya masyarakat niaga. Penekanannya terletak pada individualisme, hal itu disebabkan karena adanya pergeseran dari budaya komunal masa lalu menuju relativisme dalam bidang kepercayaan dan nilai.
Aliran filsafat Plato dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap kondisi perubahan terus-menerus yang telah meruntuhkan budaya Athena lama. Ia merumuskan kebenaran sebagai sesuatu yang sempurna dan abadi (eternal). Dan sudah terbukti, bahwa dunia eksistensi keseharian senantiasa mengalami perubahan. Dengan demikian, kebenaran tidak bisa ditemukan dalam dunia materi yang tidak sempurna dan berubah. Plato percaya bahwa disana terdapat kebenaran yang universal dan dapat disetujui oleh semua orang. Contohnya dapat ditemukan pada matematika, bahwa 5 + 7 = 12 adalah selalu benar (merupakan kebenaran apriori), contoh tersebut sekarang benar, dan bahkan di waktu yang akan datang pasti akan tetap benar.
Idealisme dengan penekanannya pada kebenaran yang tidak berubah, berpengaruh pada pemikiran kefilsafatan. Selain itu, idealisme ditumbuh kembangkan dalam dunia pemikiran modern. Tokoh-tokohnya antara lain: Immanuel Kant (1724-1804), Pascal (1623-1662), J. G. Fichte (1762-1914 M), dll (Sumber Bacaan: www. luphypamali.blogspot.com) .

Idealisme
Secara epistemologi, istilah Idealisme berasal dari kata idea yang artinya adalah sesuatu yang hadir dalam jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala psikis, roh, pikiran, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi.
Idealisme merupakan salah satu aliran filsafat tradisional yang paling tua. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Sedangkan, pokok utama yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa mempunyai kedudukan yang utama dalam alam semesta. Sebenarnya, idealisme tidak mengingkari materi. Namun, materi adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan bukan hakikat.

Jenis-Jenis Idealisme
            Terdapat pengelompokkan-pengelompokkan tentang jenis-jenis idealisme. Berikut akan diuraikan secara singkat tentang idealisme subyektif, idealisme oyektif, dan personalisme.

     Idealisme Subyektif (Immaterialisme)
Idealisme Subyektif kadang-kadang dinamakan mentalisme atau fenomenalisme. Seorang idealis subyektif berpendirian bahwa akal, jiwa dan persepsi-persepsinya atau ide-idenya merupakan segala yang ada. Obyek pengalaman bukan benda material, obyek pengalaman adalah peersepsi. Benda-benda seperti bangunan dan pohon-pohonan itu ada, tetapi hanya ada dalam akal yang mempersepsikannya. Kaum idealis subyektif mengatakan bahwa tak mungkin ada benda atau persepsi tanpa seorang yang mengetahui benda atau persepsi tersebut, subyek (akal atau si yang tahu) seakan-akan menciptakan obyeknya (apa yang disebut materi atau benda-benda) bahwa apa yang riil itu adalah akal yang sadar atau persepsi yang dilakukan oleh akal tersebut. Mengatakan bahwa suatu benda ada berarti mengatakan bahwa benda itu dipersepsikan oleh akal.

           Idealisme Obyektif
Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa yang sudah terdapat dalam susunan alam.   Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universil. Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materi, yang ada secara abadi di luar manusia, sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya.
Kelompok idealis obyektif modern berpendapat bahwa semua bagian alam tercakup dalam suatu tertib yang meliputi segala sesuatu, dan mereka menghubungkan kesatuan tersebut kepada ide dan maksud-maksud dari suatu akal yang mutlak (absolute mind).
Kelompok idealis obyektif tidak mengingkari adanya realitas luar atau realitas obyektif. Mereka percaya bahwa sikap mereka adalah satu-satunya sifat yang bersifat adil kepada segi obyektif dari pengalaman, oleh karena mereka menemukan dalam alam prinsip: tata tertib, akal dan maksud yang sama seperti yang ditemukan manusia dalam dirinya sendiri. Terdapat suatu akal yang memiliki maksud di alam ini. Mereka percaya bahwa hal itu ditemukan bukan sekadar difahami dalam alam.
            Idealisme Personal/ personalisme
Idealisme personal yaitu nilai-nilai perjuangannya untuk menyempurnakan dirinya. Personalisme muncul sebagai protes terhadap meterialisme mekanik dan idealisme monistik.
Sebagai suatu kelompok, pengikut aliran idealisme personal menunjukkan perhatian yang lebih besar kepada etika dan lebih sedikit kepada logika daripada pengikut idealisme mutlak. 
Konsep filsafat menurut aliran idealisme:
a)      metafisika-idealisme: secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah, sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih berperan.
b)      humanologi-idealisme: jiwa dikaruniai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan adanya kemampuan memilih.
c)      Epistimologi-idealisme: pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang.
d)     Aksiologi-idealisme: kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika.

B.     Idealisme sebagai Filsafat Pendidikan
Idealisme menekankan akal (mind) sebagai hal yang lebih dahulu (primer), daripada materi, bahwa akal itulah yang riil dan materi hanyalah merupakan produk sampingan. Idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan.
Pandangan Idealisme terhadap Realitas, Pengetahuan, Nilai dan Pendidikan
Realitas
            Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi dan bukan fisik. Realitas akhir ini sebenarnya telah ada sejak semula pada jiwa manusia. Hakikat roh dapat berupa idea atau pikiran. Bagi penganut idealisme fungsi mental adalah apa yang tampak dalam tingkah laku. Oleh karena itu jasmani atau badan sebagai materi merupakan alat jiwa, alat roh, untuk melaksanakan tujuan, keinginan, dan dorongan jiwa manusia.
Hakikat manusia adalah jiwanya, rohaninya atau sering disebut dengan mind yang merupakan suatu wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong dan penggerak semua tingkah laku manusia. Dengan kata lain mind ini adalah faktor utama yang menggerakkan semua aktivitas manusia.
Realitas mungkin bersifat personal dan mungkin juga bersifat personal dan impersonal. Plato mengatakan bahwa jiwa manusia sebagai roh yang berasal dari ide eksternal dan sempurna.

Pengetahuan
Idealisme adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu terletak di luarnya. Dengan kata lain pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia adalah tiruan belaka, sifatnya hanya maya (bayangan) yang menyimpang dari kenyataan sebenarnya.
Menurut Plato Idealisme metafisik  percaya bahwa manusia dapat memperoleh pengetahuan tentang realitas karena realitas pada hakikatnya adalah spiritual sedangkan jiwa manusia merupakan bagian dari substansi spiritual tersebut.
Hegel menguraikan konsep Plato tentang teori pengetahuan dengan mengatakan bahwa pengetahuan dikatakan valid, sepanjang sistematis maka pengetahuan tentang realitas adalah benar dalam arti sistematis.
Jadi pada intinya, pengetahuan tidak diperoleh dari pengalaman indera melainkan dari konsepsi dalam prinsip-prinsip sebagai hasil aktivitas jiwa.

Nilai
Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik, buruk, cantik, tidak cantik, benar, salah, secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap tidak diciptakan oleh manusia melainkan bagian dari manusia.
Plato mengatakan bahwa jika manusia tahu apa yang dikatakannya sebagai hidup baik, maka mereka tidak akan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai moral. Plato mengatakan bahwa kehidupan yang baik hanya dapat terwujud dalam masyarakat  yang ideal yang diperintah oleh “The Philosopher Kings” yaitu kaum intelektual, para ilmuan atau para cendikiawan (Sadulloh, 2011: 99). Oleh karena itu diperlukan banyak lembaga pendidikan untuk melahirkan pemimpin yang baik

Pendidikan
Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberikan sumbangan yang besar terhadap teori perkembangan pendidikan, khususnya filsafat pendidikan. Filsafat idealisme diturunkan dari filsafat metafisik yang menekankan pertumbuhan rohani. Kaum idealis percaya bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus mengajarkan hubungan antara anak dengan bagian alam spiritual. Pendidikan harus menekankan kesesuian batin antara anak dan alam semesta. Pendidikan merupakan pertumbuhan ke arah tujuan pribadi manusia yang ideal. Pendidik yang idealisme mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Pendidik harus memandang anak sebagai tujuan, bukan sebagai alat.

C.    Implikasi Filsafat Idealisme dalam Pendidikan
Aliran filsafat idealisme cukup banyak memperhatikan masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik pendidikan.
Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah. Menurut filsafat idealisme pendidikan harus tetap terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia dalam memenuhi kebutuhan spiritual dan tidak sekedar kebutuhan alam semesta.
Filsafat idealisme pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanusiaan sebagai ekspresi realitas spiritual. Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual.
Berbicara tentang implikasi filsafat idealisme dalam pendidikan, menurut  Uyoh Sadulloh dalam Pengantar Filsafat Pendidikan, mengemukakan implikasinya sebagai berikut:
1.      Pendidik dan Peserta Didik
Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual. Selain itu pula, Para pendidik yang idealis lebih menyukai bentuk-bentuk kurikulum subject-matter, yang menghubungkan ide-ide dengan konsep dan sebaliknya, konsep dengan ide-ide.
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai: (1) guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan daripada siswa; (3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik; (4) Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5) Guru menjadi teman dari para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7) Guru harus bisa menjadi idola para siswa; (8) Guru harus rajin beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya; (9) Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif; (10) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya; (11) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar; (12) Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil; (13) Guru haruslah bersikap demokratis dan mengembangkan demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya. Selain itu, jika ditinjau dari kedudukan peserta didik, dalam aliran idealisme siswa bebas mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya atau bakatnya.
2.      Tujuan Pendidikan dan Kurikulum
Secara umum pendidikan idealisme merumuskan tujuan pendidikan sebagai pencapaian manusia yang berkepribadian mulia dan memiliki taraf kehidupan rohani yang lebih tinggi dan ideal.
Sedangkan kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook, supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual. Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Semua yang ideal baik, yang berisi manifestasi dari intelek, emosi dan kemauan, ini semua perlu menjadi sumber kurikulum.
3.      Metode
Metode yang digunakan oleh aliran idealisme adalah metode dialektik. Metode mengajar dalam pendidikan hendaknya mendorong siswa untuk memperluas cakrawala mendorong berfikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan morak pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosia, miningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia.

0 komentar:

Post a Comment