Kata filsafat atau falsafat, berasal
dari bahasa Yunani. Kalimat ini berasal dari kata Philosophia yang berarti
cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos
yang berarti cinta, senang, suka, dan kata sophia berarti pengetahuan, hikmah, dan kebijaksanaan. Dengan
demikian filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka
kepada hikmah dan kebijaksanaan. Filsafat dilihat dari fungsinya secara praktis
adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat memecahkan berbagai problematika
kehidupan yang dihadapinya, termasuk problematika dalam bidang pendidikan. Oleh
karena itu bila dihubungkan dengan problematika pendidikan secara luas, maka
dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan kerangka acuan bidang filsafat
pendidikan, guna mewujudkan cita-cita pendidikan yang diharapkan suatu
masyarakat atau bangsa.
A. Tinjauan Umum tentang Filsafat
Idealisme
Tokoh
Filsafat Idealisme Plato
Plato merupakan salah satu tokoh
aliran idealisme. Plato adalah filsuf pertama yang
mengembangkan prinsip-prinsip filsafat idealisme. Secara
historis, idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum masehi
oleh Plato (427-347 SM) di Athena. Selama Plato hidup, Athena adalah kota yang
berada dalam kondisi transisi (peralihan). Peperangan bangsa Persia telah
mendorong Athena memasuki era baru. Seiring dengan adanya peperangan-peperangan
tersebut, perdagangan dan perniagaan tumbuh subur dan orang-orang asing tinggal
diberbagai penginapan Athena dalam jumlah besar untuk meraih keuntungan
mendapatkan kekayaan yang melimpah. Dengan adanya hal itu, muncul berbagai
gagasan-gagasan baru ke dalam lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru
tersebut dapat mengarahkan warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan &
nilai-nilai tradisional. Saat itu pula muncul kelompok baru dari kalangan
pengajar (para Shopis). Ajarannya memfokuskan pada individualisme, karena
mereka berupaya menyiapkan warga untuk menghadapi peluang baru terbentuknya
masyarakat niaga. Penekanannya terletak pada individualisme, hal itu disebabkan
karena adanya pergeseran dari budaya komunal masa lalu menuju relativisme dalam
bidang kepercayaan dan nilai.
Aliran
filsafat Plato dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap kondisi perubahan
terus-menerus yang telah meruntuhkan budaya Athena lama. Ia merumuskan
kebenaran sebagai sesuatu yang sempurna dan abadi (eternal). Dan sudah
terbukti, bahwa dunia eksistensi keseharian senantiasa mengalami perubahan.
Dengan demikian, kebenaran tidak bisa ditemukan dalam dunia materi yang tidak
sempurna dan berubah. Plato percaya bahwa disana terdapat kebenaran yang
universal dan dapat disetujui oleh semua orang. Contohnya dapat ditemukan pada
matematika, bahwa 5 + 7 = 12 adalah selalu benar (merupakan kebenaran apriori),
contoh tersebut sekarang benar, dan bahkan di waktu yang akan datang pasti akan
tetap benar.
Idealisme
dengan penekanannya pada kebenaran yang tidak berubah, berpengaruh pada
pemikiran kefilsafatan. Selain itu, idealisme ditumbuh kembangkan dalam dunia
pemikiran modern. Tokoh-tokohnya antara lain: Immanuel Kant (1724-1804), Pascal
(1623-1662), J. G. Fichte (1762-1914 M), dll (Sumber Bacaan: www. luphypamali.blogspot.com)
.
Idealisme
Secara
epistemologi, istilah Idealisme berasal dari kata idea yang artinya adalah sesuatu yang hadir dalam jiwa (Plato),
jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan
hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala
psikis, roh, pikiran, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi.
Idealisme merupakan salah
satu aliran filsafat tradisional yang paling tua. Aliran
idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa.
Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa
terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap
oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan
yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata
hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta
penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan
idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat
dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari
dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea
adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya
sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea
digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam
dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Inti
yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih
berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia.
Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda
atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Sedangkan, pokok
utama yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa mempunyai kedudukan yang utama
dalam alam semesta. Sebenarnya, idealisme tidak mengingkari materi. Namun,
materi adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan bukan hakikat.
Jenis-Jenis Idealisme
Terdapat pengelompokkan-pengelompokkan tentang
jenis-jenis idealisme. Berikut akan diuraikan secara singkat tentang idealisme
subyektif, idealisme oyektif, dan personalisme.
Idealisme Subyektif (Immaterialisme)
Idealisme Subyektif
kadang-kadang dinamakan mentalisme atau fenomenalisme. Seorang idealis
subyektif berpendirian bahwa akal, jiwa dan persepsi-persepsinya atau
ide-idenya merupakan segala yang ada. Obyek pengalaman bukan benda material,
obyek pengalaman adalah peersepsi. Benda-benda seperti bangunan dan
pohon-pohonan itu ada, tetapi hanya ada dalam akal yang mempersepsikannya. Kaum
idealis subyektif mengatakan bahwa tak mungkin ada benda atau persepsi tanpa
seorang yang mengetahui benda atau persepsi tersebut, subyek (akal atau si yang
tahu) seakan-akan menciptakan obyeknya (apa yang disebut materi atau
benda-benda) bahwa apa yang riil itu adalah akal yang sadar atau persepsi yang
dilakukan oleh akal tersebut. Mengatakan bahwa suatu benda ada berarti
mengatakan bahwa benda itu dipersepsikan oleh akal.
Idealisme Obyektif
Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide manusia.
Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa yang sudah terdapat
dalam susunan alam. Menurut idealisme
objektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari
ciptaan ide universil. Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui
sesuatu yang bukan materi, yang ada secara abadi di luar manusia, sesuatu yang
bukan materi itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan
segala pikiran dan perasaannya.
Kelompok idealis obyektif modern berpendapat bahwa
semua bagian alam tercakup dalam suatu tertib yang meliputi segala sesuatu, dan
mereka menghubungkan kesatuan tersebut kepada ide dan maksud-maksud dari suatu akal yang mutlak (absolute
mind).
Kelompok idealis obyektif tidak mengingkari adanya
realitas luar atau realitas obyektif. Mereka percaya bahwa sikap mereka adalah
satu-satunya sifat yang bersifat adil kepada segi obyektif dari pengalaman,
oleh karena mereka menemukan dalam alam prinsip: tata tertib, akal dan maksud
yang sama seperti yang ditemukan manusia dalam dirinya sendiri. Terdapat suatu
akal yang memiliki maksud di alam ini. Mereka percaya bahwa hal itu ditemukan
bukan sekadar difahami dalam alam.
Idealisme Personal/ personalisme
Idealisme personal yaitu nilai-nilai
perjuangannya untuk menyempurnakan dirinya. Personalisme muncul
sebagai protes terhadap
meterialisme mekanik dan idealisme monistik.
Sebagai suatu kelompok, pengikut aliran
idealisme personal menunjukkan perhatian yang lebih besar kepada etika dan lebih sedikit kepada
logika daripada pengikut idealisme mutlak.
Konsep filsafat menurut aliran
idealisme:
a) metafisika-idealisme:
secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah,
sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan
rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih berperan.
b) humanologi-idealisme:
jiwa dikaruniai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan adanya kemampuan
memilih.
c) Epistimologi-idealisme:
pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali
melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang
yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang.
d) Aksiologi-idealisme:
kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari
pendapat tentang kenyataan atau metafisika.
B.
Idealisme
sebagai Filsafat Pendidikan
Idealisme
menekankan akal (mind) sebagai hal
yang lebih dahulu (primer), daripada materi, bahwa akal itulah yang riil dan materi hanyalah merupakan
produk sampingan. Idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide,
pikiran-pikiran, akal (mind) atau
jiwa (self) dan bukan benda material
dan kekuatan.
Pandangan Idealisme terhadap
Realitas, Pengetahuan, Nilai dan Pendidikan
Realitas
Filsafat idealisme memandang bahwa
realitas akhir adalah roh, bukan materi dan bukan fisik. Realitas akhir ini
sebenarnya telah ada sejak semula pada jiwa manusia. Hakikat roh dapat berupa
idea atau pikiran. Bagi penganut idealisme fungsi mental adalah apa yang tampak
dalam tingkah laku. Oleh karena itu jasmani atau badan sebagai materi merupakan
alat jiwa, alat roh, untuk melaksanakan tujuan, keinginan, dan dorongan jiwa
manusia.
Hakikat manusia adalah jiwanya,
rohaninya atau sering disebut dengan mind
yang merupakan suatu wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai
pendorong dan penggerak semua tingkah laku manusia. Dengan kata lain mind ini adalah faktor utama yang
menggerakkan semua aktivitas manusia.
Realitas mungkin bersifat personal
dan mungkin juga bersifat personal dan impersonal. Plato mengatakan bahwa jiwa
manusia sebagai roh yang berasal dari ide eksternal dan sempurna.
Pengetahuan
Idealisme adalah aliran filsafat yang berpendapat
bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa manusia,
sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu terletak di luarnya. Dengan kata
lain pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap,
karena dunia adalah tiruan belaka, sifatnya hanya maya (bayangan) yang
menyimpang dari kenyataan sebenarnya.
Menurut Plato Idealisme metafisik percaya bahwa manusia dapat memperoleh
pengetahuan tentang realitas karena realitas pada hakikatnya adalah spiritual
sedangkan jiwa manusia merupakan bagian dari substansi spiritual tersebut.
Hegel menguraikan konsep Plato tentang teori
pengetahuan dengan mengatakan bahwa pengetahuan dikatakan valid, sepanjang sistematis maka pengetahuan tentang realitas
adalah benar dalam arti sistematis.
Jadi pada intinya, pengetahuan tidak diperoleh dari
pengalaman indera melainkan dari konsepsi dalam prinsip-prinsip sebagai hasil
aktivitas jiwa.
Nilai
Menurut pandangan idealisme, nilai
itu absolut. Apa yang dikatakan baik, buruk, cantik, tidak cantik, benar,
salah, secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada
hakikatnya nilai itu tetap tidak diciptakan oleh manusia melainkan bagian dari
manusia.
Plato mengatakan bahwa jika manusia
tahu apa yang dikatakannya sebagai hidup baik, maka mereka tidak akan berbuat
hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai moral. Plato mengatakan bahwa
kehidupan yang baik hanya dapat terwujud dalam masyarakat yang ideal yang diperintah oleh “The Philosopher Kings” yaitu kaum
intelektual, para ilmuan atau para cendikiawan (Sadulloh, 2011: 99). Oleh
karena itu diperlukan banyak lembaga pendidikan untuk melahirkan pemimpin yang
baik
Pendidikan
Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberikan
sumbangan yang besar terhadap teori perkembangan pendidikan, khususnya filsafat
pendidikan. Filsafat idealisme diturunkan dari filsafat metafisik yang
menekankan pertumbuhan rohani. Kaum idealis percaya bahwa anak
merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai
potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus mengajarkan hubungan antara
anak dengan bagian alam spiritual. Pendidikan harus menekankan kesesuian batin
antara anak dan alam semesta. Pendidikan merupakan pertumbuhan ke arah tujuan
pribadi manusia yang ideal. Pendidik yang idealisme mewujudkan sedapat mungkin
watak yang terbaik. Pendidik harus memandang anak sebagai tujuan, bukan sebagai
alat.
C.
Implikasi
Filsafat Idealisme dalam Pendidikan
Aliran filsafat idealisme cukup banyak memperhatikan
masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan
praktik pendidikan.
Idealisme
sangat concern tentang keberadaan
sekolah. Menurut filsafat idealisme pendidikan harus tetap terus eksis sebagai
lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia dalam memenuhi kebutuhan spiritual
dan tidak sekedar kebutuhan alam semesta.
Filsafat
idealisme pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia
dan lembaga kemanusiaan sebagai ekspresi realitas spiritual. Bagi
aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai
makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa
memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari
keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk
spiritual.
Berbicara tentang implikasi filsafat idealisme dalam
pendidikan, menurut Uyoh Sadulloh dalam Pengantar Filsafat Pendidikan,
mengemukakan implikasinya sebagai berikut:
1.
Pendidik
dan Peserta Didik
Guru yang menganut paham idealisme biasanya
berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat
murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual. Selain itu pula, Para
pendidik yang idealis lebih menyukai bentuk-bentuk kurikulum subject-matter, yang menghubungkan
ide-ide dengan konsep dan sebaliknya, konsep dengan ide-ide.
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran
idealisme berfungsi sebagai: (1) guru adalah personifikasi dari kenyataan si
anak didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan daripada
siswa; (3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik; (4) Guru
haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5) Guru
menjadi teman dari para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi yang mampu
membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7) Guru harus bisa menjadi idola
para siswa; (8) Guru harus rajin beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang
bisa menjadi teladan para siswanya; (9) Guru harus menjadi pribadi yang
komunikatif; (10) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi
bahan ajar yang diajarkannya; (11) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut
belajar sebagaimana para siswa belajar; (12) Guru harus merasa bahagia jika
anak muridnya berhasil; (13) Guru haruslah bersikap demokratis dan
mengembangkan demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar, bagaimana pun
keadaannya. Selain itu, jika ditinjau dari kedudukan peserta didik, dalam
aliran idealisme siswa bebas mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya
atau bakatnya.
2.
Tujuan Pendidikan dan Kurikulum
Secara umum pendidikan idealisme merumuskan tujuan
pendidikan sebagai pencapaian manusia yang berkepribadian mulia dan memiliki
taraf kehidupan rohani yang lebih tinggi dan ideal.
Sedangkan kurikulum yang digunakan dalam pendidikan
yang beraliran idealisme lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman
haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook, supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal
pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Semua yang ideal baik, yang
berisi manifestasi dari intelek, emosi dan kemauan, ini semua perlu menjadi
sumber kurikulum.
3.
Metode
Metode yang digunakan
oleh aliran idealisme adalah metode dialektik. Metode mengajar dalam pendidikan hendaknya mendorong siswa
untuk memperluas cakrawala mendorong
berfikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan morak pribadi, memberikan
keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan
pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosia, miningkatkan minat terhadap
isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban
manusia.
0 komentar:
Post a Comment